Sabtu, 12 Mei 2012

Freddy, Sukses dengan Album Foto

Berani membuat produk biasa menjadi luar biasa, merupakan strategi agar produk dapat diterima masyarakat. Hal itulah yang dilakukan Freddy Sinatra, pemilik perusahaan album ternama, Susan Photo Album. "Saat kami memproduksi album pertama kalinya pada 1960-an, sudah banyak album foto di pasaran. Kami mencoba membuat album yang unik agar bisa diterima masyakarat," ujarnya.

susan_photoDidampingi putranya, Lio Adrian, yang menjadi creative director PT Susan Photo Album, Freddy menjelaskan keunikan dari album fotonya adalah dengan mendesain album menjadi suatu barang seni. Album foto tersebut, lanjutnya, cover-nya ditambah dengan berbagai hiasan, seperti motif bunga dari bahan pelepah, sehingga produknya menjadi suatu produk fashion yang terus mengikuti zaman.

Berkecimpung di produk album foto, katanya, dimulai oleh orang tuanya pada 1950-an dan hanya memproduksi album untuk keperluan toko fotonya. Setelah orang tuanya meninggal sekitar 1961, Freddy meneruskan usaha tersebut. Menurut dia, saat itu kamera merupakan barang mewah dan tidak semua orang memiliki koleksi foto pribadi. Hanya pada saat ada upacara, seperti pernikahan dan kematian, orang baru membuat foto.

Dengan demikian, katanya, kebutuhan album foto juga terbatas. Namun, lanjutnya, hal ini dianggapnya sebagai peluang karena produsen album foto saat itu juga tidak banyak. Mengingat saat itu album foto hanya dibuat biasa saja, Freddy yang mengaku memiliki hobi dan darah seni, ingin membuat album yang unik dan antik dengan menambah sentuhan seni, disamping meningkatkan mutu produk.

"Masyarakat ternyata menyukainya. Mulai dari sinilah album foto kami terus berkembang. Dari tenaga kerja yang hanya satu orang, kini kami mempekerjakan 150 karyawan," katanya.

Sejak laris di pasaran, katanya, banyak rekannya yang menganjurkan agar dia memiliki merek sendiri. Saat itulah dia menemukan nama Susan yang dianggapanya sesuatu yang cantik dan sesuai dengan keindahan album foto buatannya. "Selain itu, nama Susan juga gampang diingat. Jadi merek tersebut bukanlah nama dari salah satu keluarga kami, seperti yang dikira orang," katanya.

Agar produknya terus diterima masyarakat, Freddy mengikuti tren dari perkembangan produk itu, seperti membuat album foto yang menggunakan perekat (dikenal sebagai album Jepang pada masa itu), model slip in yang memasukkan foto dalam plastik, hingga album dengan cover kayu, MDF dan metal.

Kini dia banyak memproduksi jenis album pro yang kini banyak dipergunakan oleh kalangan fotografer. Selain itu, dia juga memproduksi berbagai produk sejenis seperti buku penerima tamu, album untuk compact disc, serta document keeper.

"Kami juga telah memproduksi album yang bisa memuat foto digital dari alat cetak frontier dengan ukuran kertas 30 cm x 40 cm," katanya.

Dengan menjadikan album foto sebagai produk fashion, katanya, banyak orang yang menggunakan produk tersebut sebagai kado untuk berbagai perayaan. Adanya tren masyarakat yang tidak mengharap kado dalam pernikahan, hal itu juga mempengaruhi penjualan album fotonya.

Namun, sebelum tren tersebut berkembang, dua tahun sebelumnya dia telah mengantisipasinya dengan menawarkan produknya ke fotografer profesional. "Setiap upacara, pasti tetap diabadikan dalam foto. Kebanyakan orang menyewa fotografer untuk mengabadikannya. Untuk itu, kami menawarkan langsung album foto kami kepada para fotografer tersebut," katanya.

Menurut dia, desain produknya pernah ditiru oleh produsen album lainnya. Untuk mengatasi persoalan tersebut, dia kemudian mempatenkan semua desain album foto dan memberikan peringatan kepada produsen nakal itu. "Untunglah para produsen itu mau berhenti meniru. Mungkin mereka merasa enggan karena rata-rata mereka secara pribadi mengenal kami," katanya.

Dia mengaku penjualan album fotonya tidak pernah surut, bahkan terus berkembang. Dia pernah menggarap ekspor ke pasar Eropa, namun buyers dari kawasan itu selalu membawa desainnya sendiri.

Dengan demikian, katanya, buyers tersebut sering membandingkan harga dengan produsen album lain, khususnya dari Cina yang ternyata harganya bisa lebih murah.

"Harga album foto Cina tidak bisa kami tandingi, sehingga buyers itu memilih produsen Cina. Kini kami melayani pasar ekspor di Timur Tengah yang desainnya kami buat sendiri dan memiliki nilai lain dibanding produk Cina," katanya.

Menanggapi kemungkinan produk album foto Cina menyerbu pasar Indonesia, Freddy mengaku siap menghadapi hal itu. Dengan keunikan dan keantikan desain album foto yang hampir semuanya dibuat oleh tangan tersebut, lanjutnya, produknya tetap akan disukai oleh masyarakat.

Selain itu, katanya, dia tetap menjaga kualitas produknya hingga bisa lebih awet dengan menggunakan bahan baku yang lebih baik, seperti penggunaan bahan kayu tripleks jenis MDF yang tidak gampang melengkung.

Untuk melindungi konsumennya, lanjutnya, harga jual pabriknya ke semua toko dan fotografer di seluruh Indonesia dibuat sama. Produknya pun dipasarkan melalui berbagai tempat, dari department store, toko foto, fotografer, tempat souvenirs, hingga babyshop.

Dia mengaku tidak kesulitan dalam menembus department store dalam menawarkan produknya. Hal ini, lanjutnya, karena merek Susan Album Photo sudah diterima masyarakat karena keunikannya, sehingga pengelola toko tersebut bersedia saja menerima produknya.

Menanggapi perkembangan fotografi kini mengarah pada digital dan menggunakan media penyimpan cakram dibanding kertas, Freddy mengatakan bahwa dia tidak merasa khawatir.

Menurut dia, perkembangan hingga 10 tahun pun kebutuhan foto cetak akan terus tumbuh. Bahkan dengan berkembangnya kamera dijital, minat masyarakat untuk mengabadikan moment semakin meningkat. "Kini handphone pun sudah dilengkapi kamera, sehingga minat masyarakat akan fotografi juga melonjak. Kami optimistis hal ini juga mendorong kebutuhan akan album foto," katanya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More